TERHALANG RESTU
Meski sudah sekian lama kita tak bersama, di sini aku masih ingin tahu kabarmu.
Kuakui kadang diam-diam kucari tahu lewat sosial mediamu.
Tapi tetap saja rindu belum tersambut.
Mungkin jika kudengar kabarmu langsung dari bibirmu,
rinduku akan sedikit terobati meski kutahu kita tetap tak bisa berlanjut.
Bagaimana kabarmu di sana?
Sudahkah temukan seseorang sebagai penggantiku?
Jika kamu jawab sudah, akan aku akhiri tulisan ini.
Ahh aku anggap belum, karena sebetulnya aku akan tetap melanjutkannya.
Sepertinya akan lebih baik jika aku yang berkabar lebih dulu;
di sini aku baik-baik, sehat, dan masih sendiri.
Memang sempat beberapa kali seseorang datang menawarkan hati dan janji.
Tapi aku belum mampu menerima karena sampai saat ini
setengah dari hatiku masih kamu bawa bersamamu.
Aku yakin kamu pasti setuju adalah hal yang tak baik
jika menerima seseorang dalam hidup kita dengan setengah hati.
Jadi kupilih untuk menutup hati sementara waktu.
Lagi-lagi aku yakin kamu setuju akan hal itu.
Bagaimana denganmu, sudah dekat dengan seseorangkah?
Atau masih ada namaku yang kamu sebut dalam doamu?
Jika iya, berarti Tuhan kita masih mendengar doa yang sama,
dari dua hati yang ingin disatukan.
Karena di sini di setiap habis sujudku, aku masih menadahkan tanganku
mengucapkan doa yang masih saja sama seperti dulu.
Iya, di tiap sholat Isyaku, namamu selalu aku sebutkan sebagai orang
yang paling aku inginkan.
Aku masih berharap kita akan bisa bersanding
sebagaimana layaknya pasangan kekasih
yang telah lama saling menunggu untuk bertemu.
Oh iya, apa kamu sadar barusan aku menyebut “ Tuhan kita”?
Iya karena aku yakin Tuhan itu satu, Ia sama.
Sejujurnya kadang aku suka kesal
saat mengingat kita tak bisa bersama karena mereka bilang
kepercayaan kita berbeda.
Kepercayaan seperti apa?
Bukankah kita sama-sama percaya Tuhan itu ada?
Kita yang menyebutnya berbeda.
Bukankah Tuhan adalah satu zat dengan banyak entitas?
Tapi ya sudahlah, walau bagaimanapun aku tetap menghargai
keputusan kita kemarin.
Terlepas dari itu, kita berakhir karena kita
menghormati orang-orang yang selama ini merawat kita.
Setidaknya kita sudah mampu untuk tidak menjadi pribadi yang egois.
Rela mengakhiri hubungan kita demi orang yang kita cinta;
yang lebih dulu kita sebut keluarga.
Aku sudah cukup,
sekarang giliranmu
Bagaimana kabarmu?
Apa kamu merindukanku?
Karena aku di sini begitu,
merindukanmu.
-Semoga cukup mewakili hati seorang wanita yang cintanya kandas terhalang restu
0 komentar